Harga Cabai Lampaui Harga Daging
cabe
Gelombang kenaikan harga bahan pangan dan komoditas pertanian mencetak rekor baru menjelang tahun baru 2011. Terutama harga cabai yang kini menembus Rp 70.000 hingga Rp 80.000 per kilogram (kg). Ini berarti harga cabai itu telah melampaui harga daging yang paling mahal Rp 60.000 per kg.
Berdasarkan pantauan Suara Karya di berbagai pasar tradisional di Kota Solo dan Semarang, Jawa Tengah, selain harga cabai rawit yang melonjak fantastis, harga cabai merah dan cabai keriting menembus Rp 60.000 per kg. Sedangkan harga cabai hijau naik menjadi Rp 20.000 dari sebelumnya Rp 15.000 per kg.
"Kalau untuk harga bawang merah naik menjadi Rp 16.000 per kilogram, mengikuti kenaikan harga beras yang telah terjadi cukup lama. Kenaikan harga ini kemungkinan besar terus terjadi hingga tahun depan," kata Ny Suhartinah (47), pedagang cabai dan bumbu dapur di Pasar Kadipolo, Solo, Selasa (28/12).
Selain beras dan cabai, komoditas lain yang juga mengalami kenaikan harga adalah minyak goreng curah. Minyak goreng curah super saat ini dijual seharga Rp 17.000 per kilogram, padahal sebelumnya Rp 15.000 per kilogram. Sedangkan untuk minyak goreng curah, biasa dijual Rp 13.000 per kilogram atau naik dari harga sebelumnya sebesar Rp 9.000 per kilogram. Harga gula dan tepung terigu juga turut melengkapi lonjakan harga di tingkat eceran pasar tradisional.
Kondisi ini mengakibatkan para konsumen mengurangi volume pembelian untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Sejumlah pedagang mengeluh karena pembeli mulai berkurang. "Ditambah lagi, kami sekarang kesulitan untuk mendapatkan stok cabai. Kalaupun ada, kualitasnya jelek. Saat ini kami hanya menghabiskan stok cabai saja, tidak berani menambah stok lagi. Menunggu harganya normal dulu," ujar pedagang lainnya.
Menanggapi lonjakan harga bahan pangan dan komoditas pertanian ini, Managing Director Econit Advisory Group Hendri Saparini menilai, pemerintah telah melakukan upaya pembiaran yang akut. Ini diperkuat dengan ketidakmampuan pemerintah mengendalikan kenaikan berbagai harga bahan pokok dan komoditas lainnya, sehingga perekonomian masyarakat makin tercekik.
Penderitaan masyarakat akibat kenaikan harga pangan ini, kata dia, sebenarnya sudah terjadi sejak awal 2010 lalu, di mana harga beras dan barang-barang kebutuhan lainnya telah mengalami kenaikan yang cukup tinggi.
"Harga beras sudah naik sejak Januari lalu, tetapi apa langkah pemerintah untuk melakukan stabilisasi? Hampir dibilang tidak ada. Maka wajar jika harga bahan pangan tidak lagi bisa dikendalikan," kata Hendri.
Hendri mengatakan, lonjakan harga cabai saat ini yang menyamai harga satu kilogram daging sapi menunjukkan adanya ketidakberesan dalam mata rantai perniagaan di dalam negeri. Namun, sikap pemerintah yang seakan-akan menutup mata dan menunggu penurunan dari pelaku pasar justru akan terus memiskinkan perekonomian masyarakat.
Padahal di semua negara, komoditas vital seperti pangan yang menyangkut hajat kehidupan rakyat senantiasa dilindungi baik dari sisi stabilitas harga, produksi, maupun lainnya.
"Pemerintah Malaysia saja bisa mematok harga pada 12 bahan pangan pokok untuk konsumsi rakyatnya, masa Indonesia yang negara subur tidak bisa melakukan itu?" katanya.
Karena itu, apabila pemerintah tidak serius dalam mengatasi gejolak harga pangan ini, maka sekitar 42 persen masyarakat miskin di Indonesia makin menderita. Jadi, diperkirakan terdapat sekitar 98 juta orang yang tertekan daya belinya akibat kenaikan yang telah berlangsung selama beberapa bulan terakhir ini.
Saat ini, pemerintah dipastikan tidak dapat memberikan jaminan untuk menekan harga barang kebutuhan pokok yang telah melambung tinggi. Ini dikarenakan alasan pemerintah yang mengatakan masih buruknya jalur distribusi. Selain itu, pemerintah hanya melakukan operasi pasar yang tergolong minimal untuk mencoba menekan kenaikan harga bahan kebutuhan pokok.
"Operasi pasar ini seperti strategi pemadam kebakaran, tanpa ada penerapan dan program yang jelas dalam menjaga stabilitas harga di dalam negeri," ucapnya.
Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso mengakui kesulitan meredam laju kenaikan harga beras. Ini karena kenaikan harga sudah terjadi sejak Juli 2010 dari biasanya setiap tahunnya hanya terjadi pada medio November-Desember. Operasi pasar (OP) dan penyaluran beras untuk rakyat miskin (raskin) dalam rangka menahan laju gejolak harga beras juga tidak terlalu efektif dan hanya bisa menahan agar kenaikan harga beras tidak terlalu tajam.
"Cuaca ekstrem dan pengumuman kenaikan produksi beras oleh pemerintah saya pikir menjadi pemicu spekulasi. Jadi, kalau dikatakan ada spekulasi yang mendorong kenaikan harga beras, saya jawab, ya. Ini karena ekspektasi dari para pedagang terkait kondisi produksi dan permintaan beras di dalam negeri. Ternyata peningkatan produksi beras dibandingkan dengan pertambahan jumlah penduduk yang tidak seimbang mendorong spekulasi," katanya.
Sutarto sendiri tidak bisa memastikan apakah tidak akan ada gejolak harga beras lagi pada 2011, terutama setelah musim panen pada Februari-April. Faktor cuaca dan produksi beras menjadi penentu. Meski demikian, Bulog tetap melakukan sejumlah antisipasi dan siap melaksanakan stabilisasi harga beras jika kenaikan terus berlanjut hingga 2011.
Untuk itu, target pengadaan hingga 3,2 juta ton pada 2011 harus direalisasikan, sehingga memberi ruang bagi Bulog untuk melakukan OP beras dan penyaluran raskin.
"Untuk 2011, kita lihat setelah angka ramalan tentang produksi beras, juga termasuk kondisi cuaca. Jika produktivitas pertanian tanaman pangan lebih tinggi dibanding peningkatan jumlah penduduk atau permintaan, harga beras bisa relatif stabil," ucapnya.
Menanggapi dampak kenaikan harga pangan ini, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, laju inflasi selama 2010 diperkirakan akan mencapai 6,5 persen atau lebih tinggi dari target 5,3 persen.
Dia juga mengatakan, laju inflasi pada November 2010 mencapai 0,6 persen, sementara laju inflasi komulatif Januari-November 2010 sebesar 6,3 persen. Karena itu dengan mempertimbangkan laju inflasi pada Desember 2010 yang diperkirakan akan meningkat, maka laju inflasi selama 2010 akan mencapai sekitar 6,5 persen.
Agus mengakui, realisasi inflasi tidak sesuai harapan atau target tahun 2010 sebesar 5,3 persen. "Faktor food (pangan) memberikan pengaruh cukup besar sehingga mendorong inflasi di 2010 lebih tinggi dari target," tutur Agus.
Menkeu berharap, tingkat inflasi pada 2011 yang ditetapkan sebesar 5,3 persen dapat terealisasikan. Sementara untuk realisasi pertumbuhan ekonomi, Menkeu memperkirakan, selama 2010 akan mencapai 6,0 persen.
"Pertumbuhan ekonomi hingga kuartal III 2009 mencapai 5,9 persen dan selama 2010 diperkirakan mencapai 6,0 persen, sementara untuk 2011 ditargetkan 6,4 persen," tutur Agus.
Di tempat terpisah, jajaran pemerintah daerah (pemda) mengaku, tingginya inflasi tersebut terutama disebabkan oleh kelompok volatile food yang menyebabkan gangguan pasokan akibat menurunnya produksi sesuai siklusnya dan gangguan distribusi akibat kendala cuaca serta letusan Gunung Merapi.
"Kenaikan harga cabai saat ini memengaruhi kenaikan inflasi bulan Desember 2010. Selain cabai, komoditas lain yang mengalami kenaikan harga dan diperkirakan memengaruhi kenaikan inflasi antara lain beras, minyak goreng, serta telur ayam," ujar Wakil Ketua Tim Teknis Tim Pengendalian Inflasi daerah (TPID) Kota Solo.
Berdasarkan perkiraan kenaikan inflasi tersebut, TPID merekomendasikan beberapa hal untuk menyikapi hal tersebut, antara lain menjadwal ulang penyaluran beras untuk masyarakat miskin atau raskin jika terjadi gejolak pasar. Monitoring ketersediaan stok beras di Kantor Ketahanan Pangan dan Bulog untuk mengendalikan harga beras
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
KOMENTAR ANDA. silahkan tulis disini